
Indonesia
memiliki areal pertanaman atau hutan sagu terluas serta diversitas genetik
terbesar di dunia (Bintoro et al.,
2010). Namun demikian perhatian terhadap tanaman sagu masih sangat kurang, hal
ini ditandai dengan luas tanaman sagu yang belum diketahui secara pasti. Namun,
menurut Manan (1984) dalam Bintoro
et al. (2010) luasan lahan sagu
di Indonesia adalah 4.1833 juta hektar. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) dalam Bintoro et al. (2010) berdasarkan laporan tentang luas lahan dan
produktifitas sagu per pohon, potensi sagu di Indonesia diperkirakan sekitar 5
juta ton per tahun.
Sagu sebagai
Bahan Pangan
Pati sagu
merupakan bahan pangan yang potensial, yang dapat menghasilkan karbohidrat
dengan jumlah yang sangat banyak. Bintoro (2000) dalam Bintoro et al. (2010)
menyatakan pati sagu dapat digunakan sebagai makanan pokok, bahan baku makanan
ringan (empek-empek, bakso, onde-onde, dodol, dan cendol), dan bahan baku untuk
beberapa industri makanan. Selain di Indonesia, Malaysia pun sudah memanfaatkan
pati sagu sebagai bahan baku makanan seperti yang tercantum pada tabel 3.
Jenis
Pemanfaatan
|
Jumlah
Pemanfaatan (ribu ton)
|
Gula Cair
|
15.6
|
Monosodium
Glutamat
|
15.0
|
Mie
|
13.2
|
Karamel
|
7.8
|
Sagu
Mutiara
|
6.0
|
Kue (Cracker)
|
3.6
|
Sagu sebagai
Pakan
Selain dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pangan potensial sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan
ternak. Bintoro (2000) dalam Bintoro
et al. (2010) dalam
keterangannya juga menyebutkan kegunaan sagu selain sebagai sumber pangan
pokok, juga sebagai bahan baku pakan ikan maupun ternak. Produk turunan sagu
yang sangat berpotensi dikembangkan dan yang saat ini banyak digunakan sebagai
pakan ternak adalah single cell
protein. Selain itu, hama sagu (ulat sagu) juga sering diburu petani
untuk dijadikan makanan maupun pakan ternak dan ikan.
Energi
Sama halnya dengan sumber pati yang
lain, sagu berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Negara-negara
yang tidak memiliki minyak dan gas bumi telah banyak mengembangkan etanol.
Etanol dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi dan gas alam. Bahan energi
tersebut dapat diproduksi dari asam-asam organik turunan glukosa. Menurut
Bintoro et al. (2010) saat ini
bahan baku pembuat etanol berupa tapioka yang berasal dari ubi kayu yang
kemungkin-an besar akan habis. Secara keseluruhan, seluruh bagian sagu dapat
dimanfaatkan sebagai sumber glukosa, dan juga dapat diubah menjadi etanol.
Namun yang saat ini digunakan sebagai bahan baku etanol adalah pati sagu.
Secara teoritis satu ton pati sagu dapat menghasilkan 715.19 liter alkohol
(Baker, 1980 dalam Haryanto dan
Pangloli, 1992 dalam Bintoro,
2010).
Pemanenan sagu
Sagu dipanen dengan tahap sebagai berikut:
- Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa batang saja.
- Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam terbuka.
- Bagian teras batang dicacah dan diambil.
- Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan disaring.
- Hasil saringan dicuci dan patinya diambil.
- Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan daun pisang (dinamakan "basong" di Kendari).
Pohon sagu
dapat tumbuh hingga setinggi 20 m, bahkan 30 m. Dari satu pohon dapat
dihasilkan 150 sampai 300 kg pati. Suatu survai di Kabupaten Kendari menunjukkan
bahwa untuk mengolah dua pohon sagu diperlukan 4 orang yang bekerja selama 6
hari. Tanaman sagu dapat berperan sebagai pengaman lingkungan karena dapat
mengabsorbsi emisi gas CO2 yang diemisikan dari lahan rawa dan gambut ke udara
(Bintoro, 2008)
0 comments:
Post a Comment