Sunday, May 12, 2013

Sagu,


K.R. Sagu (Metroxylon spp.) termasuk tumbuhan monokotil. Tanaman sagu termasuk dalam ordo Spadiciflora, famili Palmae, genus Metroxylon, dan spesies Metroxylon spp. Tanaman ini merupakan tanaman asli Indonesia dan banyak (lebih dari 50%) ditemui di Papua (Bintoro et al., 2010).
Indonesia memiliki areal pertanaman atau hutan sagu terluas serta diversitas genetik terbesar di dunia (Bintoro et al., 2010). Namun demikian perhatian terhadap tanaman sagu masih sangat kurang, hal ini ditandai dengan luas tanaman sagu yang belum diketahui secara pasti. Namun, menurut Manan (1984) dalam Bintoro et al. (2010) luasan lahan sagu di Indonesia adalah 4.1833 juta hektar. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) dalam Bintoro et al. (2010) berdasarkan laporan tentang luas lahan dan produktifitas sagu per pohon, potensi sagu di Indonesia diperkirakan sekitar 5 juta ton per tahun.
Sagu sebagai Bahan Pangan
            Pati sagu merupakan bahan pangan yang potensial, yang dapat menghasilkan karbohidrat dengan jumlah yang sangat banyak. Bintoro (2000) dalam Bintoro et al. (2010) menyatakan pati sagu dapat digunakan sebagai makanan pokok, bahan baku makanan ringan (empek-empek, bakso, onde-onde, dodol, dan cendol), dan bahan baku untuk beberapa industri makanan. Selain di Indonesia, Malaysia pun sudah memanfaatkan pati sagu sebagai bahan baku makanan seperti yang tercantum pada tabel 3.
Jenis Pemanfaatan
Jumlah Pemanfaatan (ribu ton)
Gula Cair
15.6
Monosodium Glutamat
15.0
Mie
13.2
Karamel
7.8
Sagu Mutiara
6.0
Kue (Cracker)
3.6

Sagu sebagai Pakan
            Selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan potensial sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak. Bintoro (2000) dalam Bintoro et al. (2010) dalam keterangannya juga menyebutkan kegunaan sagu selain sebagai sumber pangan pokok, juga sebagai bahan baku pakan ikan maupun ternak. Produk turunan sagu yang sangat berpotensi dikembangkan dan yang saat ini banyak digunakan sebagai pakan ternak adalah single cell protein. Selain itu, hama sagu (ulat sagu) juga sering diburu petani untuk dijadikan makanan maupun pakan ternak dan ikan.
Energi
            Sama halnya dengan sumber pati yang lain, sagu berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi. Negara-negara yang tidak memiliki minyak dan gas bumi telah banyak mengembangkan etanol. Etanol dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi dan gas alam. Bahan energi tersebut dapat diproduksi dari asam-asam organik turunan glukosa. Menurut Bintoro et al. (2010) saat ini bahan baku pembuat etanol berupa tapioka yang berasal dari ubi kayu yang kemungkin-an besar akan habis. Secara keseluruhan, seluruh bagian sagu dapat dimanfaatkan sebagai sumber glukosa, dan juga dapat diubah menjadi etanol. Namun yang saat ini digunakan sebagai bahan baku etanol adalah pati sagu. Secara teoritis satu ton pati sagu dapat menghasilkan 715.19 liter alkohol (Baker, 1980 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992 dalam Bintoro, 2010).
Pemanenan sagu
Sagu dipanen dengan tahap sebagai berikut:

  1. Pohon sagu dirubuhkan dan dipotong hingga tersisa batang saja.
  2. Batang dibelah memanjang sehingga bagian dalam terbuka.
  3. Bagian teras batang dicacah dan diambil.
  4. Teras batang yang diambil ini lalu dihaluskan dan disaring.
  5. Hasil saringan dicuci dan patinya diambil.
  6. Pati diolah untuk dijadikan tepung atau dikemas dengan daun pisang (dinamakan "basong" di Kendari).
Pohon sagu dapat tumbuh hingga setinggi 20 m, bahkan 30 m. Dari satu pohon dapat dihasilkan 150 sampai 300 kg pati. Suatu survai di Kabupaten Kendari menunjukkan bahwa untuk mengolah dua pohon sagu diperlukan 4 orang yang bekerja selama 6 hari. Tanaman sagu dapat berperan sebagai pengaman lingkungan karena dapat mengabsorbsi emisi gas CO2 yang diemisikan dari lahan rawa dan gambut ke udara (Bintoro, 2008)


0 comments:

Post a Comment